Persoalan, Keramat, Safa'at, Maunat dan Mukjizat

Persoalan, Keramat, Safa'at, Maunat dan Mukjizat

Didalam perilmuan tingkat tinggi atau Ilmu Rahasia Ketuhanan,  dikenal keempat istilah tersebut, yang tentu saja tidak sembarang orang bisa memahaminya, pelajaran tentang ilmu ini hanya dipergelarkan pada Paguron-paguron yang memiliki Guru Mursyid, adapun Mursyid ialah orang yang dikaruniai Kebijaksanaan Yang Luhur, dikarenakan sudah Ma'rifatullah atau tegasnya seseorang yang sudah tahu dan kenal kepada Tuhannya, didalam perjalanan kita oleh Bapak sudah dipertemukan dengan Guru Bhatin atas ijin Allah SWT.

Sampai dengan saat ini  Ilmu Rahasia Ketuhanan itu, masih tersimpan rapat dan dipegang oleh sedikit tangan yang memang benar benar sudah teruji kesucian dan kebijaksanaannya, serta tidak diberikan kepada sembarang orang sebelum seseorang itu mencapai syarat yang paling pokok yaitu; Ma'rifatullah.

Namun jika hanya sekedar uraiannya, maka tak jadi apa jika sekelumit saya terangkan keempat persoalan tersebut, supaya para sedulur berhasrat besar untuk menicicipi kenikmatan Ma'rifatullah, sebab segala pengetahuan selain Ma'rifatullah (tahu kepada Allah) semuanya bersandar kepada nafsu dan akan berakhir perjalanannya seiring dengan berakhirnya perjalanan hidup di muka bumi ini, maksudnya semua pengetahuan akan berhenti kenikmatannya seiring datangnya kematian, lain halnya dengan ma'rifatullah (tahu kepada Allah), ma'rifatullah tidak bersandar kepada nafsu, namun bertumpu kepada ruh, dan akan lebih gemilang kenikmatannya manakala sudah terbebas dari penggangguannya indera-indera lahir, apalagi jika mampu terbebaskan dari gangguan nafsu-nafsunya, maka jika kematian memisahkan ruh dari badan jadilah semakin sempurna kenikmatan ma'rifatullahnya.

Adapun keempat persoalan tersebut sesungguhnya adalah buah kenikmatan dari ma'rifatullah.

Persoalan Pertama adalah Keramat

Isinya ialah pengaruh, wibawa dan kharisma.

Adapun manusia yang berpengaruh itu; harus masih hidup dan ber-akal; tidak berlaku bagi yang mati, apalagi benda mati, maka adalah salah kaprah jika mencari keramat malah mendatangi kuburan, mempercayai benda-benda mati seperti; keris, batu, isim, jimat serta segala benda yang dianggap ada keramatnya, bukannya mencari kedalam dirinya sendiri, kemudian mau bekerja keras memberikan contoh yang baik kepada sesama hidupnya, supaya digugu dan ditiru (jadi Guru), seterusnya senantiasa mengamalkan ilmu sejatinya; melaksanakan ajakan Guru Wujudnya, mengikuti petunjuk Guru Tuduhnya, mengambil pelajaran dari Guru Sejatinya dan manunggal dengan Guru Batinnya, ini baru bakal berpengaruh, sebagaimana berpengaruhnya orang tua kepada anaknya, Nabi kepada semua umatnya yang setia, jika tekad ucap lampah Nabi tidak berpengaruh pada diri kita, maka jangan harap kita memiliki pengaruh didalam hidup.

Isi dari keramat yang selanjutnya adalah; Wibawa yang didapat  dari keta'atan kepada Guru Ratu Wong Atua Karo; Ta'at kepada Guru, karena Guru adalah yang digugu (dipercaya) dan ditiru (suri tauladan).Guru Tuduh yang sejatinya bagi kita adalah keimanan, adapun Guru mursyid bagi kita itu adalah Guru Tuduh yang Mewujud. Adapun ciri bertemu dengan Guru Tuduh; bilamana bhatin kita sudah mutlak meyakini tiada sesembahan lain selain Allah, maka lambat laun didalam dada akan ada bisik halus yang menunjukan, menuntun dan mengajak kepada kebaikan, sifatnya jujur tidak mau diajak berbohong, Guru yang ini harusnya sudah ditemukan dikala kita bersaksi dan bersumpah setia dan bersedia ta'at melaksanakan segala perintahNYA.

Lalu Guru Wujud yang sejatinya bagi kita adalah Keislaman, bilamana wujud atau badan sudah tunduk pasrah menyerah mengikuti ajaran Islam yang dicontohkan Muhammad Rasulullah, maka gerak wujudnya dan indera lahirnya sudah tidak lagi menyukai kemaksiatan, bahkan perbuatan dan sesuatu yang disukainya  meski hal itu tidak dilarang oleh syari'at Agama, namun mengganggu rasa elingnya kepada Allah (dzikrullah) akan ditinggalkan dengan rasa ikhlas karena Allah.

Sedangkan  Guru Sejati adalah Ihsan, nyatanya adalah pengalaman dalam mengamalkan ketaukhidan, didalam bhatinnya merasa selalu diperhatikan, diawasi, malah merasa disertai  oleh Allah SWT,  guru sejati adalah segala pengalaman diri pribadi bahkan seterusnya pengalamannya itu bakal sepengalaman dengan para Nabi serta para sahabat Nabi yang utama, jika tiba saatnya atas ijin Allah maka kita bakal dipertemukan dengan Guru Sejati; selama kita istiqomah atau tetap teguh pendirian  didalam keta'atan menegakan Taukhid kepada Allah (tidak sekali-kali melakukan kemusyrikan).

Guru bhatin kenyataannya adalah ma'rifatullah, dimana disaat fana (lebur) sifat diri, manunggal dengan Sifat Gusti Allah maka segala tekad ucap lampah diri pribadinya akan dipenuhi dengan sifat welas asih kepada sesama makhlukNYA.

Jika diperkenankan merasakan fana dan manunggal, maka bersatu tidak jadi satu, terpisah tidak jadi dua. Keajaiban dan Keghaiban yang dipertunjukan atas diri harus disikapi dengan syukur dan untuk menambah keyakinan diri pribadi sendiri, keberadaannya pada diri "diakui tidak boleh, tidak diakui salah", harus mampu "nyumput buni dinu caang" , ialah;  tersembunyi  ditempat yang terang, jangan pamer dan unjuk kebolehan, jangan seperti tukang obral yang berteriak-teriak mempromosikan dagangannya, awas ilmu bhatin harus apik disalurkannya, jangan sembarangan. Ta'at kepada Guru hidup bakal  menemukan kebahagiaan dan keselamatan.

Kemudian ta'at kepada Ratu atau sang Pemimpin yang adil bijaksana, yang memberikan keleluasaan kepada warganya untuk melaksanakan keyakinannya, juga menjamin keamanan dan kesejahteraan kepada warganya didalam berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya baik lahir maupun batin. Ta'at kepada Ratu akan mendatangkan ketenangan dalam mencari bekal hidup untuk ibadah.

Lalu ta'at kepada Wong Atua (orang tua), mereka yang jadi marga lantaran lahirnya kita kealam dunia ini, mulanya asih pada asih dimasing-masing hati ibu bapak kita, terus diikat dalam tali suci, atas kehendak dan ijin Allah maka jadilah kita dibesarkan dengan welas asih ibu bapak, dididik, diajarkan kebaikan-kabaikan dari pengalaman hidup mereka, keramat  doa ditumpah curahkan dari dalam lubuk bhatinnya.  Jadi bagi kita  yang ingin menemukan kesejatian hidup  dan  jalan kembali kepada Allah; yang paling mudah bagi kita adalah membalas welas asih mereka (orang tua kita) dengan penuh keta'atan dan hormat tilawat kepada keduanya. Ta'at kepada Wong Atua bakal  menemukan keberkahan hidup.

Selanjutnya Karo (kepada sesama hidup), semua makhluk Allah diciptakan tanpa sia-sia, maka manusia yang paling arif dalam  memanfaatkannya akan mendapatkan keuntungan, dalam pergaulan hidup juga demikian harus saling memberi manfaat dan saling menguntungkan, jangan punya sifat ingin merugikan apalagi mencelakakan, jangan pula ingin untung dari yang enteng, tidak akan ada, kecuali perbuatan menipu, maka hidup tidak bisa tenang sebab akan banyak tuntutan, bahkan bisa berujung dijeruji besi, pilihlah  pergaulan hidup yang baik, sebab diantara; darah keturunan, pendidikan dan pergaulan, yang dengan instan dapat membentuk watak dan karakteristik kerjiwaan seseorang adalah pergaulannya, umpamanya darah keturunannya baik, pendidikannya baik, tetapi salah dalam memilih pergaulannya, maka bakal salah menentukan pilihan hidupnya, kebanyakan manusia celaka karena salah memilih pergaulannya.

Untuk itu pedoman bagi kita, ialah; kepada sesama hidup harus mampu saling menghargai dan menghormati atas  segala kesanggupannya masing-masing, jangan merendahkan kesanggupan orang lain, sementara kita tidak sanggup.

Bagi kita jangan fanatik membabi buta sehingga tidak mau menerima pendapat orang lain, nanti kiita menjadi bodoh dan serba ketinggalan, jadikan pendapat orang lain itu masukan yang akan dipilih dan dipilah oleh intelektual yang merdeka, lalu manfaatkan yang paling baik dan benar diantara semuanya untuk kemajuan Evolusi Jiwa kita, selanjutnya singkirkan jauh-jauh hal tidak bermanfaat;  yang bakal merugikan diri pribadi keluarga dan sesama hidup.

Makin tinggi penghargaan kita kepada sesama hidup (karo), makin banyak manfaat yang bakal kita terima bahkan sampai kepada anak cucu tujuh turunan ... amiin.

Yang terakhir isinya keramat adalah; Kharisma, didapat dari pelaksanaan Ajaran Rasul (Utusan) dalam keta'atan kepada Gusti Allah, manusia yang menyempurnakan hal ini bakal dikenang kebaikannya sepanjang jaman.

Mulanya didalam manusia itu disimpan Rahasia Tuhan, bahkan; "manusia  RahasiaKU dan AKU rahasia manusia", begitu makna "Al insani sirri wa ana sirruhu" (firman Allah dalam hadist kudsi), sebab ada Rahasia Tuhan tersimpan didalam  diri manusia, maka semua makhluk diperintahkan  sujud oleh Allah SWT.  kepada manusia pertama  Adam AS.; semua sujud, kecuali Iblis, dia sombong karena merasa lebih sempurna penciptaannya ketimbang manusia.

Maka jika ada bagian didalam diri pribadi yang menentang, membangkang dan menolak perintah kebaikan dan kebenaran dia adalah tentara iblis, sadari hal itu dan berapa banyak dalam sehari diri pribadi kita bertemu dengan hal itu baik lahir maupun bhatin, lalu seberapa sering dalam sehari kita mengikuti hal itu ?

Fitrah manusia yang sejatinya suci, jadi kotor lantaran mengikuti ajakan para tentara iblis, inilah awalnya menjadi sulit menemukan Rahasia manusia.  Namun manakala kita berusaha mengikuti kembali Ajaran Rasul, maka terbukalah Alam Kesucian dan memancarlah AURA POSITIF dari dalam batin, AURA inilah cirinya manusia yang ber-Kharisma, tinggi derajat bhatinnya, tidak rendah martabat pribadinya, tidak menukarkan ilmunya dengan dunia, semua yang digunakan dalam ibadahnya hasil jerih payahnya sendiri, namun hasil kebahagiaannya dirasakan orang-orang  sekelilingnya, manusia yang berkharisma adalah para mujahid (pejuang) Allah yang sejati, itikadnya ingin mengajak sebanyak-banyaknya manusia kembali kepada Allah dalam keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat, didalam bhatinnya tidak ada pengakuan lain selain karena Allah semata dan hanya mengharapkan ridho Allah Subhanahu Wata'ala.

Maka ketika gumulungnya pengaruh wibawa dan kharisma, jadilah dia manusia yang ber-keramat.

Tidak perlu dipersoalkan lagi, keramat hanya ada di manusia yang masih hidup, bukan pada manusia yang sudah mati dan tidak ada di benda mati;  gali oleh diri pribadi,  hasil dari usaha sendiri,  tak perlu perantara (makelar, calo) dalam memohon kepada Allah, sebab manusia diciptakan sebagai Wakil Allah, muliakan derajat manusia sebagai Wakil Allah oleh kita yang yakin kepadaNYA, ejawantahkan dan buktikan sifat kasih sayang Allah kepada sesama hidup, supaya Allah juga Kasih Sayang kepada kita yang menyakiniNYA.

Tiga persoalan lainnya (Safaat Maunat Mu'jizat) tunggu dulu ... sekian uraian alakadarnya semoga manfaat bagi saya dan para sedulur semuanya ... aamiin ya Rabbal'alamin.


Muji Ka Gusti nu Kagungan Widi, tur Anu Ngersakeun samudaya nu karasa - nu karangdapan

Nyembah kalawan sampurna babasan lahir bhatin tanpa beda, sujud jeung syukur lain pupulasan

Nyukcruk galur ti Rasul; ngungudak tapaking lampah kasajatian, Kebo mulih pakandangan,
Mugi pa'amprok sareng nu sajatina, nu dipamrih manjing kana ridho Gusti Nu Maha Kawasa

Bangkong geus ngaheungheum liangna, nyumput buni di ca'ang, ngahiji teu jadi hiji, pisah teu jadi dua.

Keris manjing sarangka, sarangka manjing warangka, warangka manjing curiga
Wujud sarangka hirup, hirup sarangka hurip, hurip sarangka rasa, rasa sarangka TUNGGAL

Sholawat sareng salam mugi salamina dilimpahkeun ka Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
katut ka para keluarga sareng para sahabat sadayana, teras ka para pangikutna anu satia, kaleubeut urang sadayana salamina miharep rohmat, hidayah, futuh, inayah oge magfirah ngocor mayeung langgeng saterasna dugi ka keturunan urang sadayana ... aamiiin.

Terima kasih buat semua sahabat yang begitu setia memperlihatkan perjuangan dan pengorbanan lahir bhatin, kalian semua para sedulur adalah; saudaraku yang sejati semoga salamanya bersama, tetap dipertemukan dan dipersatukan serta terikat erat oleh tali kasih-sayang  Allah Ta'ala yang penuh kenikmatan.

Kalian yang telah merasakan, menikmati, dipesiarkan, dipertontonkan, akan kebenaran ADAnya kehidupan sejati, kalian yang tengah berbahagia mendapatkan tuntutnan GURUJATI, semoga kuat karena diperkuat oleh keyakinan para sedulur sendiri, bahwa tiada kekuatan melainkan Allah Sendiri.

Yang lahir, maupun terutama yang bhatin, yang tengah kalian rasakan ini, sesungguhnya dicari oleh banyak orang, utamanya oleh mereka yang sungguh sungguh didalam Agamanya, jadi perihal ini barang mahal, luhur ajinya, maka jangan kau lontarkan mutiaramu ini kepada babi dan anjing, karena pasti dicampakannya.

Jangan jadikan untaian kata sebagai penerjemah rasa yang kepalsuan, awas selamanya harus tetap waspada kepada rasa sejati, maka perhatikan oleh para sedulur; jika untaian kata yang terlontar, saling mengharumi, saling menghargai, merendah dalam ujar dan tindak, menentramkan, menyejukan, membangkitkan semangat pengabdian, itu sudah pasti dirimu yang sejati, maka jangan ber-ujar terlalu tinggi apalagi ujub dan sombong, eling dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, diatas langit masih ada langit, langitmu batas pandanganmu yang sekarang, kemudian kamu terbang tinggi, yang sa'at dibawah tempat itu adalah langitmu, diatasnya ada lagi batas pandanganmu yang baru ... terus begitu dan begitu terus.

Keterbukaanmu saat ini, bisa saja baru pada lapisan langit kesatu atau mungkin kedua ...sehingga masih banyak lapisan yang mesti dibuka, ingatlah mendengar dan memperhatikan bisa lebih banyak manfa'atnya ketimbang lekas-lekas menimpali atau membantah, sehingga terjadi bantah membantah, sedulur kan tahu perjalanan agama itu bukan untuk diperdebatkan, melainkan untuk sesegera mungkin bisa dirasakan isi dari pada inti sari Ajaran Agama Yang Diamalkan.

Sedulur akan merasakan ketakjuban yang amat sangat luar-biasa, manakala sedulur disampaikan pada level pusat inti dari Ajaran Agama Yang Diamalkan (bukan lapisan-lapisannya). Sebagian orang yang sudah tahu ilmunya dari membaca keterangan-keterangan, sa'at ini mereka itu sedang gemerengseng ingin bertemu dengan orang yang merasakan Ilmu Ketuhanan ini.

Yang dipamrih ... jika bertemu ingin meminta secuil pengalaman, padahal disadari manamungkin dirasakan pengalaman tanpa mengalami sendiri, manamungkin mengalami tanpa mengamalkannya.  Mengamalkan tanpa tuntunan manamungkin bisa mencapai pusat inti (Sumber dari segala Sesuatu), jadi jelas yang menuntun harus pernah dituntun ... begitu seterusnya sampai yang menuntunnya adalah Utusan Allah sendiri.

Para sedulur ... begitulah kiranya sekapur sirih dari persoalan Safa'at.

Maka marilah kita perjelas persoalan ini dengan kelapangan hati yang sungguh sungguh karena ingin mengetahui, ingin mengerti, bahkan ingin bisa merasakan sejak sekarang sampai maut menjelang.

Jadi jelasnya begini, sekalipun kata-kata penyambutannya penuh dengan pujian, disertai do'a yang mumpuni, panjang bacaannya, manamungkin sampai - apalagi diterima, jika tak tahu kemana dialamatkannya.

Memuji dan memuja kepada  Allah Yang Maha Pemberi serta Penyayang, Yang Menguasai Semesta Alam, Yang Bersemayam di ArsyNYA Yang Mulia dan Agung, Engkaulah Wujud Tunggal, tiada yang mewujud kecuali Allah sendiri, asal dari Allah ingin kembali kepada Allah, maka ketika Allah berkenan, barulah diperkenankan Utusan Allah untuk menuntunnya, agar bisa sampai kepada yang dituju, kita percaya dan menyakini kepada Allah dan Utusan Allah; berbalas dipercaya, kita mengakui Sang Utusan adalah pemimpin kita, berbalas diakui bahwa kita adalah pengikutnya, ini hakikat bersalawat dan mendapat safa'at, jadi harus jujur pada diri sendiri; sekarang ini sedang berakhlak Rasulullah  atau akhlak yang memusuhinya, seperti kaum musyrik mekah kala itu?
.
Nabi kita sendiri bersalawat, memberikan salam penghormatan dan do'a keselamatan serta keberkahan bagi Utusan Allah Yang Terpuji ( Muhammad Rasulullah), Anasir ini bersifat kekal bahkan bersemayam pada hati setiap jiwa para penyebar Agama, para Nabi semuanya tanpa kecuali, selagi hidupnya pasti didiami oleh ini Anasir Utusan Allah Yang Terpuji.

Begitupun orang-orang yang bersedia serta terpilih menjadi kecintaan Allah di dunia ini, yang bertekad mengajak sebanyak-banyaknya manusia untuk menyembah hanya kepada Allah semata-mata disertai memperlihatkan Akhlak mulia, mereka pada menyadari akan keberadaan ini Utusan Allah Yang Terpuji (yaitu; Nur Muhammad, cahaya terpuji), bahkan mereka pada mengenalnya dengan akrab, jadi bukan dongeng atau isapan jempol belaka, tapi kenyataan yang hakiki, maka bagi orang yang walaupun membaca ribuan kali, tetapi jika tak menyadari keberadaannya, maka sangatlah susah untuk bisa merasakan tertuntun dan  terpimpin agar bisa sampai kepada tujuan yang paling akhir.

Bagi para sedulur semua saya coba bukakan sedikit kesadarannya, bahwa sedulur semua sudah disertai dengan Nur Muhammad sejak awal, dia bersatu dengan kita, tapi tidak jadi satu, pisah tapi tidak jadi dua. Jujur sifatnya; tak mau diajak bohong, ada didalam diri ... temukan dan ikuti.

Bilamana sudah kenal betul, serta mengikuti banyak piwuruknya, petuahnya, ajakannya kepada kebaikan, lahirlah amal Islam (amal yang dasarnya pasrah sumerah kepada Allah), amal sholeh karena keimanan inilah sesungguhnya yang sudah terdo'akan oleh Nabi (assalamu 'alaina wa 'ala ibadilahis sholihin), ada limpahan do'a  bagi yang menuntun dan untuk yang dituntun, namun bersyarat, yaitu; hanya bagi para pengabdi yang sholeh, bukan beramal lantaran ingin pujian atau pamer (ria) itu tandanya belum tahu, apalagi kenal.

Singkat kata, bakal terlihat siapa yang bersalawat dengan sesungguhnya, siapa pula yang membaca kalimat salawat hanya sekedar nyanyian pujian, sebab pada hakikatnya siapa yang bersalawat akan mendapat safa'at "itu sudah pasti", namun masing-masing pribadi harus sudah mendapat pengakuan itu sejak sekarang, bukan nanti. Sebab sejak sekarang pula kita harus bertekad untuk mengabadikan atau melanggengkan Ajaran Gusti Allah yang Suci ini, serta berani memperlihatkan contohnya sekalipun banyak rintangan yang menghalang.

Bersalawat kepada Ibrahim, hakikatnya karena ketauhidannya yang kokoh.
Bersalawat kepada Muhammad, hakikatnya karena akhlaknya yang mulia.
Sedulur jumpai dulu rasa 'taukhid dan akhlak', terkancing dengan kuat, cirinya sudah masuk - ya keluar (medal), bilamana masuk dalam hati dan mengakar katauhidan, maka keluar (medal) akhlak mulia.


Nah jika sudah merasakan sampai begitu, ada bisik "pengakuan" inilah Guru Jati, keberadaannya bagi kita; diakui tidak boleh, tidak diakui salah,  adalah Anasir Positif, Energi Illahi, hal seperti inilah yang pernah Allah Anugerahkan pada mereka yang telah menemui jalanNYA, sebagaimana jalan  bagi  yang Engkau anugerahi nikmat atas mereka; permohonan seperti ini setidaknya diulang-ulang memintanya sedikitnya tujuh belas kali dalam sehari semalam; didalam mendirikan sholat lima waktu, maka jika sedulur sungguh-sungguh didalam memintanya, lambat laun pasti terkabulkan.

Safa'at bagi abdi yang sholeh adalah pengakuan atau rekomendasi dari sang Utusan Allah Yang Sejati yang diberikan pada pribadi muslim sejati atas segala tekad ucap lampah yang sesuai dengan tuntunannya, jadi ketentuannya; jika yang dituntun merasa lebih pintar dari penuntunnya, maka akan ditinggalkan Guru Jati.

Monyet ngagugulung kalapa,
monyet yang tidak tahu manfaat kelapa,
hanya orang yang tidak tertuntun hatinya oleh Guru Jati
manakala dia berilmu atau tahu ilmunya,
namun tak mampu mengamalkannya,
bahkan tak tahu manfaat dari ilmu yang dimilikinya.

Sedulurku, kita harus berhasrat besar yang disertai kemauan kuat
untuk mendapatkan tuntunan dari GuruJati,
maka turunkanlah, bahkan jatuhkanlah
dari tempat yang tinggi itu,
yaa ... diatas, dikepala, semua ilmu harus diturunkan,
sebagaimana buah kelapa dijatuhkan dari pohon yang tinggi,
begitu banyak yang harus dikorbankan,
dikupas, dibeset, dibedol diambil sabutnya,
namun jangan takut, sabutnya terpakai sebagai penyulut api,
batoknya dipecah, dicongkel diambil daging kelapanya,
batoknya yang sudah hancur juga terpakai untuk bahan bakar,
daging kelapa yang putih bersih, harus diparut dan dilumat
diambil sari patinya ... putih bersih, santan kental hasilnya,
tak cukup hanya sampai disitu ....
perjuangan dan pengorbanan masih berlanjut
santan digodog dalam api suhu tinggi
cukup lama untuk habis kadar airnya,
maka jadilah minyak kelapa, yang lebih tinggi ajinya
kini diangkat derajatnya beberapa tingkat,
namun belum tuntas pengabdian dan pengorbanan ...
kembali menghadapi api suhu tinggi ...
namun kali ini ada yang menyertai ...
beberapa potong daging gepuk ikut digoreng,
setelah tuntas dipakai barulah menemukan
inilah JALANtah daging gepuk ...
dipakai goreng ikan ....inilah JALANtah ikan...
dipakai goreng terasi .... inilah JALANtah terasi ...


Perjuangan dan pengorbanan dalam mempraktikan ilmu
mengejawantahkan segenap pengetahuan
mengaplikasikan  segala-rupa penemuan
selama hasilnya ada  guna manfaatnya
upayakan ... sekalipun besar perjuangan dan pengorbanannya
karena pada akhirnya sedulur bakal menemukan JALAN
Khas untuk diri-pribadi sedulur sendiri,  sebab ...
Jalan-tah ikan   -  berbeda  -  dengan Jalan-tah daging
Jalan-tah daging -  berbeda   -  dengan Jalan-tah terasi.
sedulur akhirnya tahu betul perbedaanya
sebab sedulur telah pernah merasakannya


Akhir dari persoalan ini bertanggung jawablah atas tetap berkelanjutannya ini Perjalanan Suci, jagalah agar tetap terpelihara Kesejatiannya, apapun yang dicontohkan secara nyata, harus bertumpu pada kekokohan At-Taukhid dan Akhlakul Karimah.

Jadilah semakin matang dan dewasa dalam menyikapi segala persoalan, sebab Nabi dan Agama sudah pasti Keselamatannya, namun adalah  tugas kita  untuk mengestafetkan kepada generasi selanjutnya Ajaran yang menyelamatkan ini, Perjalanan yang penuh dengan rahmat bagi semesta alam.

wassalam ..

Pemahaman Marifatullah

• Ma’rifatullah berasal dari kata ma’rifah dan Allah. Ma’rifah berarti mengetahui, mengenal. Mengenal Allah bukan melalui zat Allah tetapi mengenal-Nya lewat tanda-tanda kebesaranNya (ayat-ayatNya).
Pentingnya Mengenal Allah
• Seseorang yang mengenal Allah pasti akan tahu tujuan hidupnya (QS 51:56) dan tidak tertipu oleh dunia .
• Ma’rifatullah merupakan ilmu yang tertinggi yang harus difahami manusia (QS 6:122). Hakikat ilmu adalah memberikan keyakinan kepada yang mendalaminya. Ma’rifatullah adalah ilmu yang tertinggi sebab jika difahami memberikan keyakinan mendalam. Memahami Ma’rifatullah juga akan mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan kepada cahaya hidayah yang terang [6:122] .
• Berilmu dengan ma’rifatullah sangat penting karena:
a) Berhubungan dengan obyeknya, yaitu Allah Sang Pencipta.
b) Berhubungan dengan manfaat yang diperoleh, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, yang dengannya akan diperoleh keberuntungan dan kemenangan.
Jalan untuk mengenal Allah
1. Lewat akal:
• Ayat Kauniyah / ayat Allah di alam ini:
- fenomena terjadinya alam (52:35)
- fenomena kehendak yang tinggi(67:3)
- fenomena kehidupan (24:45)
- fenomena petunjuk dan ilham (20:50)
- fenomena pengabulan doa (6:63)
• Ayat Qur’aniyah/ayat Allah di dalam Al-Qur’an:
- keindahan Al-Qur’ an (2:23)
- pemberitahuan tentang umat yang lampau [9:70]
- pemberitahuan tentang kejadian yang akan datang (30:1-3, 8:7, 24:55)
2. Lewat memahami Asma’ul Husna:
- Allah sebagai Al-Khaliq (40:62)
- Allah sebagai pemberi rizqi (35:3, 11:6)
- Allah sebagai pemilik (2:284)
- dll. (59:22-24)
Hal-hal yang menghalangi ma’rifatullah
• Kesombongan (QS 7:146; 25:21).
• Dzalim (QS 4:153) .
• Bersandar pada panca indera (QS 2:55) .
• Dusta (QS 7:176) .
• Membatalkan janji dengan Allah (QS 2:2&-27) .
• Berbuat kerusakan/Fasad .
• Lalai (QS 21:1-3) .
• Banyak berbuat ma’siyat .
• Ragu-ragu (QS 6:109-110)
Semua sifat diatas merupakan bibit-bibit kekafiran kepada Allah yang harus dibersihkan dari hati. Sebab kekafiranlah yang menyebabkan Allah mengunci mati, menutup mata dan telinga manusia serta menyiksa mereka di neraka. (QS 2:6-7)
Referensi
Said Hawwa, Allah Jalla Jalaluhu


Ma’rifatullah Puncak Akidah Islam

1.      KARAKTERISTIK AQIDAH ISLAM
Aqidah Islam adalah Aqidah Rabbaniy (berasal dari Allah ) yang bersih dari pengaruh penyimpangan dan subyektifitas manusia. Aqidah Islam memiliki karakteristik berikut ini :
1.      Al Wudhuh wa al Basathah ( jelas dan ringan) tidak ada kerancuan di dalamnya seperti yang terjadi pada konsep Trinitas dsb.
2.      Sejalan dengan fitrah manusia, tidak akan pernah bertentangan antara aqidah salimah (lurus) dan fitrah manusia. Firman Allah :“Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia  menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah..” QS. 30:30
3.      Prinsip-prinsip aqidah yang baku, tidak ada penambahan dan perubahan dari siapapun. Firman Allah :”Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan lain selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?“QS. 42:21
4.      Dibangun di atas bukti dan dalil, tidak cukup hanya dengan doktrin dan pemaksaan seperti yang ada pada konsep-konsep aqidah lainnya. Aqidah Islam selalu menegakkan : “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” QS 2:111
5.      Al Wasthiyyah (moderat) tidak berlebihan dalam menetapkan keesaan maupun sifat Allah seperti yang terjadi pada pemikiran lain yang mengakibatkan penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya. Aqidah Islam menolak fanatisme buta seperti yang terjadi dalam slogan jahiliyah “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka” QS. 43:22


2.      PENGERTIAN MA’RIFATULLAH
Ma’rifatullah (mengenal Allah) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas?. Segelas susu yang dibikin seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu.
Menurut Ibn Al Qayyim : Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma’rifah (orang-orang yang mengenali Allah)  adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”.
Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma’riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.

3.      CIRI-CIRI DALAM MA’RIFATULLAH
Seseorang dianggap ma’rifatullah  (mengenal Allah) jika  ia telah mengenali
1.  asma’ (nama) Allah
2. sifat Allah dan
3. af’al (perbuatan) Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.

Kemudian dengan bekal pengetahuan  itu, ia menunjukkan :
1.  sikap shidq (benar) dalam ber -mu’amalah (bekerja) dengan Allah,
2.  ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah,
3. pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah SWT
4.  sabar/menerima pemberlakuan hukum/aturan Allah atas dirinya
5.  berda’wah/ mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya
6. membersihkan da’wahnya itu dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas siapapun. Ia hanya menyerukan ajaran agama seperti yang pernah diajarkan Rasulullah SAW.

Figur teladan dalam ma’rifatullah ini adalah Rasulullah SAW.Dialah orang yang paling utama dalam mengenali Allah SWT.  Sabda Nabi : “Sayalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling takut kepada-Nya”. HR Al Bukahriy dan Muslim.  Hadits ini Nabi ucapkan sebagai jawaban dari pernyataan tiga orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan keinginan dan perasaannya sendiri. 
Tingkatan berikutnya, setelah Nabi adalah ulama amilun (ulama yang mengamalkan ilmunya). Firman Allah : “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” QS. 35:28
Orang yang mengenali Allah dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai dirinya dengan segala macam bentuk ibadah. Kita akan mendapatinya sebagai orang yang rajin shalat, pada saat lain kita dapati ia senantiasa berdzikir, tilawah, pengajar, mujahid, pelayan masyarkat, dermawan, dst. Tidak ada ruang dan waktu ibadah kepada Allah, kecuali dia ada di sana. Dan tidak ada ruang dan waktu larangan Allah kecuali ia menjauhinya.
Ada sebagian ulama yang mengatakan : “Duduk di sisi orang yang mengenali Allah akan mengajak kita kepada enam hal dan berpaling dari enam hal, yaitu : dari ragu menjadi yakin, dari riya menjadi ikhlash, dari ghaflah (lalai) menjadi ingat, dari cinta dunia menjadi cinta akhirat, dari sombong menjadi tawadhu’ (randah hati), dari buruk hati menjadi nasehat”

4.      URGENSI MA’RIFATULLAH
a.      Ma’rifatullah adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup manusia selanjutnya. Karena ma’rifatullah akan menjelaskan tujuan hidup manusia yang sesungguhnya. Ketiadaan ma’rifatullah membuat banyak orang hidup tanpa tujuan yang jelas, bahkan menjalani hidupnya sebagaimana makhluk hidup lain (binatang ternak). QS.47:12
b.      Ma’rifatullah adalah asas (landasan) perjalanan ruhiyyah(spiritual) manusia secara keseluruhan. Seorang yang mengenali Allah akan merasakan kehidupan yang lapang. Ia hidup dalam rentangan panjang antara bersyukur dan bersabar.
Sabda Nabi : Amat mengherankan urusan seorang mukmin itu, dan tidak terdapat pada siapapun selain mukmin, jika ditimpa musibah ia bersabar, dan jika diberi karunia ia bersyukur” (HR.Muslim)
Orang yang mengenali Allah akan selalu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah, tidak untuk memuaskan nafsu dan keinginan syahwatnya.
c.      Dari Ma’rifatullah inilah manusia terdorong untuk mengenali para nabi dan rasul, untuk mempelajari cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah. Karena para Nabi dan Rasul-lah orang-orang yang diakui sangat mengenal dan dekat dengan Allah.
d.      Dari Ma’rifatullah ini manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi, seperti Malaikat, jin dan ruh.
e.      Dari Ma’rifatullah inilah manusia mengetahui perjalanan hidupnya, dan bahkan akhir dari kehidupan ini menuju kepada kehidupan Barzahiyyah (alam kubur) dan kehidupan  akherat.

5.      SARANA MA’RIFATULLAH
Sarana yang mengantarkan seseorang pada ma’rifatullah adalah :
a.     Akal sehat
Akal sehat yang merenungkan ciptaan Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan pengaruh perenungan makhluk (ciptaan) terhadap pengenalan al Khaliq (pencipta) seperti firman Allah : Katakanlah “ Perhatikanlah apa yang ada di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman. QS 10:101, atau QS 3: 190-191
Sabda Nabi : “Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berfikir tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu” HR. Abu Nu’aim

b.     Para Rasul
Para Rasul yang membawa kitab-kitab yang berisi penjelasan sejelas-jelasnya tentang ma’rifatullah dan konsekuensi-konsekuensinya. Mereka inilah yang diakui sebagai orang yang paling mengenali Allah. Firman Allah :
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan ) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan..”  QS. 57:25

c.      Asma dan Sifat Allah
Mengenali asma (nama) dan sifat Allah disertai dengan  perenungan makna dan pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali Allah. Cara inilah yang telah Allah gunakan untuk memperkenalkan diri kepada makhluk-Nya. Dengan asma dan sifat ini terbuka jendela bagi manusia untuk mengenali Allah lebih dekat lagi.Asma dan sifat Allah akan menggerakkan dan membuka hati manusia untuk menyaksikan dengan seksama pancaran cahaya Allah. Firman Allah :
“Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asma’ al husna  (nama-nama yang terbaik) QS. 17:110
Asma’ al husna inilah yang Allah perintahkan pada kita untuk menggunakannya dalam berdoa. Firman Allah :
“ Hanya milik Allah asma al husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma al husna itu…” QS. 7:180  

Inilah sarana efektif yang Allah ajarkan kepada umat manusia untuk mengenali Allah SWT (ma’rifatullah). Dan ma’rifatullah ini tidak akan realistis sebelum seseorang mampu menegakkan tiga tingkatan tauhid, yaitu : tauhid rububiyyah, tauhid asma dan sifat. Kedua tauhid ini sering disebut dengan tauhid al ma’rifah wa al itsbat (mengenal dan menetapkan) kemudian tauhid yang ketiga yaitu tauhid uluhiyyah yang merupakan tauhid thalab (perintah) yang harus dilakukan.


WahdatulWujud

Wahdatul Wujud mempunyai pengertian secara awam yaitu; bersatunya Tuhan dengan manusia yang telah mencapai hakiki atau dipercaya telah suci. Pengertian sebenarnya adalah merupakan penggambaran bahwa Tuhan-lah yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Allah adalah sang Khalik, Dia-lah yang telah menciptakan manusia, Dia-lah Tuhan dan kita adalah bayangannya. Dari pengertian yang hampir sama, terdapat pula kepercayaan selain wahdatul wujud. Yaitu Wahdatul Syuhud. Pengertiannya yaitu; Kita dan semuanya adalah bagian dari dzat Allah.
Jadi keduanya berpengertian, kita dapat bersatu dengan dzat Allah. Dalam penggambaran karya-karya suluk di jawa yang berisi mengkritik ajaran para wali sembilan, misalnya suluk karya Syekh Siti Jenar (contoh lainnya adalah serat gatholokoco, dinamakan serat karena penulis suluk ini, Gatholokoco berpendapat bahwa suluk lebih cenderung ke islam), manusia dianggap memiliki 20 sifat-sifat Allah. Contohnya di antaranya; dzat Allah terdapat pada diri kita, jadi kita tidak perlu salat karena dzat Allah sudah ada pada diri kita (Jawa: Islam Abangan). Hal-hal tersebut di atas dianggap sangat bertentangan dengan syariat islam menurut pengertian umum, dan Syekh Siti Jenar dihukum oleh para wali sembilan. (Sejarah Syekh Siti Jenar tidak terlalu jelas).
Wahdatul Wujud sebenarnya adalah suatu ilmu yang tidak disebarluaskan ke orang awam. Sekalipun demikian, para wali-lah yang mencetuskan hal tersebut. Karena sangat dikhawatirkan apabila ilmu wahdatul wujud disebarluaskan akan menimbulkan fitnah dan orang awam akan salah menerimanya. Wali yang mencetuskan tersebut contohnya adalah Al Hallaj dan Ibn Arabi. Meskipun demikian, para wali tersebut tidak pernah mengatakan dirinya adalah tuhan. Dan mereka tetap dikenal sebagai ulama alim.
Dalam dunia tasawuf, sering terdapat perbedaan antara ilmu syariat dan ilmu ma'rifat. Sebagai orang islam tentu saja diharuskan menguasai ilmu syariat. Dan ilmu ma'rifat atau ilmu tashawuf dengan kata lain ilmu hikmah, sangat ditekankan untuk mengambil sebuah hikmah. Hal tersebut telah diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur'an Surat Al Kahfi tentang pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir. Hal tersebut menunjukan Ilmu Syariat yang dikuasai Nabi Musa dari kitabnya (Taurat) dan Nabi Khidir yang mendapatkan langsung ilmunya dari petunjuk Allah yang penuh hikmah atau ilmu ma'rifat.
Dalam penggambaran awal tersebut sudah ditunjukan betapa susahnya memahami ilmu ma'rifat dengan ilmu syariat. Penggambarannya adalah seperti pertemuan antara daratan dan lautan. Dimana Musa diberitahukan, ia akan menemukan orang yang lebih pandai darinya disaat ikan yang dibawanya hilang. Ikan mati tersebut hidup kembali di suatu tempat ketika Nabi Musa dan pembantunya beristirahat. Hal itu merupakan penggambaran ilmu yang sangat susah sekali dimana ikan mati dapat hidup kembali, seperti Nabi Musa yang tidak dapat bersabar melihat perilaku Nabi Khidir yang dilihat secara syariat sangat bertentangan. Tetapi hal tersebut dilakukan Nabi Khidir dari petunjuk Allah yang penuh dengan hikmah. Jadi tentu saja hal-hal ma'rifat hanya dapat dipahami secara pribadi bagi orang yang diturunkan kepadanya secara langsung.

Meskipun ilmu ma'rifat terlihat sangat bertentangan dengan ilmu syariat, tetapi sebenarnya tidak. Jadi ilmu tersebut dapat dikatakan ilmu tinggi yang digali dari perjalanan pikir para wali dan tidak untuk disebarluaskan. Hal tersebut seperti terjadi pada Syekh Siti Jenar yang mendengarkan wejangan yang diberikan oleh Sunan Ampel kepada orang yang akhirnya menjadi seorang wali, yaituSunan Bonang. Siti Jenar adalah orang awam yang salah tangkap menerima wejangan tersebut. Tetapi dari kedua konsep tersebut, para ulama masih berbeda pendapat.
Selain perseteruan pendapat konsep wahdatul wujud dan wahdatul syuhud di jawa, hal itu juga terjadi pada kaum Syi'ah Isma'iliyah pada masa Al Hallaj. Hal yang berbeda pengertian terjadi dari definisi kaum syi'ah tentang zina, puasa, dan sabar. Mereka juga dianggap pemberontak dan dianggap musuh oleh raja dan para ulama. Peperangan yang terjadi tidaklah dari para ulama, tetapi oleh Raja yang menganggap mereka adalah pemberontak dan musuh politik. Al Hallaj yang hidup di masa itu, dia mengucapkan kata yang sangat menggemparkan: Ana Al-Haqq berarti Akulah kebenaran. Dia kemudian dianggap mendukung kaum syi'ah. Hal ini juga berarti permasalahan yang timbul dari perselisihan antara ilmu syariat, ilmu ma'rifat, dan kekuasaan atau politik. Semua yang terjadi adalah karena kesalahan pemahaman. Terbunuhnya Al Hallaj bukan karena ucapannya tetapi karena politik.Tetapi merupakan kesalahan Al Hallaj yang mengucapkan dan mengajarkan konsep Wahdatul Wujud (Ana Al-Haqq) kepada murid-muridnya. Bahwa hal tersebut adalah ilmu yang sangat pribadi dan hanya dimengerti oleh orang yang menerimanya. Selain itu, Al Haqq merupakan sifat-sifat Allah.
Ilmu syariat dan ilmu ma'rifat akan selalu menemui kesulitan untuk diajarkan terutama ke masyarakat awam karena ilmu ma'rifat bersifat pribadi dan ghaib. Hal itu merupakan rahasia bagi orang yang menerimanya.

Laduni

Laduni adalah ilmu yang berasal dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Para malaikat-Nya pun berkata: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami." (Al-Baqarah: 32)
Ilmu laduni dalam pengertian umum ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama, ilmu yang didapat tanpa melalui tahapan belajar (wahbiy). Kedua, ilmu yang didapat melalui usaha belajar (kasbiy).

Allah

NamaAllāh yang ditulisdengan kaligrafi Arab, dibuatolehseorangsenimanbernamaHâfız Osman padamasa KekalifahanUtsman abad ke-17 Masehi.
Allāh (Arab: الله, Allaah) adalah kata dalam bahasa arab yang merujuk pada nama Tuhan. Perkataan tuhan dalam bahasa arab adalah AIlah sebagaiman dalam dua kalimah sahadah Islam. Kata Alloh ini lebih banyak dikenal sebagai sebutan tuhan oleh penganut agama Islam. Kata ini sendiri di kalangan para penutur bahasa arab, adalah kata yang umum untuk menyebut tuhan["Tuhan" dalam bahasa Arab adalah Ilah], terlepas dari agama mereka, termasuk penganut Yahudi dan Kristen Arab. Konsekuensinya, kata ini digunakan dalam terjemahan kitab suci agama Kristen dan Yahudi yang berbahasa arab, sebagaimana pula terjemahan Alkitab dalah bahasa Indonesia dan Turki.
Kata "Allah" disebutkan lebih dari 2679 kali dalam Al-Qur'an. Sedangkan kata "Tuhan" dalam bahasa Arab adalah Ilah (إله) disebut ulang sebanyak 111 kali dalam bentuk mufrod, ilahaini dalam bentuk tatsniyah 2 kali dan aalihah dalam bentuk jama' disebut ulang sebanyak 34 kali.

Ilmu yang paling utama

Dari ketiga ilmu ini (syari'at, ma'rifat dan kasb) yang paling utama adalah ilmu yang bersumber dari wahyu yaitu ilmu syari'at, karena ia adalah guru. Ilmu kasyf dan ilmu kasb tidak dianggap apabila menyalahi syari'at.

Makrifat Sunan Kalijaga

 
Sunan Kalijaga berkata, memaparkan pengetahuannya.
Hendaknya waspada pada yang berikut ini.
Janganlah ragu-ragu. Lihatlah Tuhan secara jelas.
Tapi, bagaimana melihat-Nya.
Karena Tuhan itu tidak memiliki rupa.

Tuhan tidak berarah dan tidak berwarna.
Tidak ada wujud-Nya. Tidak terikat oleh waktu dan tempat.
Sebenarnya Ada-Nya itu tiada.
Seandainya Dia tidak ada,
maka alam raya ini kosong dan tidak ada wujudnya.

Naskah aslinya:
Jeng Sunan Kalijaga ngling
Amdehar ing pangawikan
Den waspada ing mangkene
Sampun nganggo kumalamat
Den awas ing pangeran
Kadya paran awasipun
Pangeran pan ora rupa

Nora arah nora warni
Tan ana ing wujudira
Tanpa mangsa tanpa enggon
Sajatine nora nana
Lamun ora anaa
Dadi jagadipun suwung
Nora nana wujudira

– Serat Siti Jenar, Tan Khoen Swie Kediri 1922

Pendakian spiritual itu mulai dari mana? Mulai dari syariat dulu, kemudian menuju tarikat, hakikat dan akhirnya sampai pada makrifat? Atau Makrifat (mengenal Tuhan) dulu, kemudian penghayatan hakikat, kemudian menjalankan tarikat dan melaksanakan syariat? Menurut saya, pendakian spiritual bisa dari mana-mana. Kita tidak perlu kebingungan terhadap mana yang harus terlebih dulu kita jalani. Semuanya boleh sebagai titik pijak untuk memulai perjalanan.
Ada banyak teman yang memulai perjalanan spiritual dengan “tidak percaya” terhadap adanya Tuhan. Lalu belajar tentang ilmu ketuhanan, dan setelah kedewasaan intelektualnya mengalami kemapanan dan kemudian dia yakin adanya Tuhan dan kemudian menjalankan syariat. Yang demikian ini hebat.

Ada yang memulai dengan menjalankan syariat agama. Sebab dari kecil dia berada di dalam lingkungan yang taat beragama. Oleh orang tuanya, dia dididik untuk menjalankan syariat agama secara leterluks. Kemudian seiring perjalanan usianya, dia mulai mencari tahu dengan banyak belajar tentang agama, yang telah dijalaninya selama ini. Himngga kemudian pengetahuan dan perenungannya sampai pada hakikat. Kemudian dia menjalani laku suluk/tasawuf dan akhirnya mendapatkan pencerahan Makrifat. Yang demikian ini luar biasa.

Ada pula yang tidak mulai apa-apa. Ya tidak menjalankan syariat agama, ya tidak berusaha mencari tahu tentang Tuhan. Dia skeptis dan agnostik terhadap berbagai wacara agama serta kerokhanian. Dia seakan puas dengan apa yang ada pada dirinya. Otaknya tidak digunakan untuk berpikir tentang Tuhan. Namun, di tengah hidupnya dia dipaksa untuk menerima banyak hal yang tidak mauk akal hingga suatu ketika kesadarannya mengalami “BYAR”. Tiba-tiba dia sadar apa yang telah dijalaninya selama ini. Dia pun menemukan Tuhan di dalam hidupnya. Sukur alhamdulillah.

Suatu saat dalam hidupnya, Tuhan pasti akan datang membawa cahaya-Nya yang suci. Dia akan menerangi diri pribadi kita sehingga yang sebelumnya hanya mampu melihat fakta-fakta dengan inderanya, maka setelah pencerahan Tuhan itu datang maka dia mampu untuk melihat hubungan antar fakta dan akhirnya menemukan kesimpulan bahwa hanya ada satu Tuhan yang wajib disembah oleh manusia.

Tuhan itu bukan benda-benda. Tuhan ya Tuhan. Adanya berbeda dengan apa yang pernah diketahui oleh manusia. Yang pernah diketahui oleh manusia berasal dari pengalaman inderanya. Nah, wujud Tuhan ini tidak ada di dalam gudang memori manusia. Sehingga mengatakan Tuhan seperti A, B, C pasti jelas bukan Tuhan. Tuhan sebagaimana yang dibayangkan oleh manusia, tentu berbeda dengan Tuhan sebagaimana wujud-Nya yang asli. Anggapan tentang Tuhan beda dengan Tuhan yang sebenarnya. Sama seperti anggapan saya tentang mobil Mercy, tidak sama dengan mobil Mercy yang sebenarnya. Sebab saya buta tentang mobil, apalagi tidak pernah memiliki mercy sebelumnya sehingga penggambaran saya tentang Mercy berbeda dengan Mercy yang sebenarnya.

Dikatakan oleh Sunan Kalijaga, sebenarnya wujud Tuhan sangat jelas… sangat sangat jelas! Nah, kejelasan ini pasti tidak dimaknai sebagaimana kejelasan benda-benda. Benda bisa dilihat oleh indera. Namun wujud Tuhan? Disinilah kita akan semakin beranjak arif bahwa Tuhan yang tidak bisa digambarkan oleh kata-kata manusia itu harusnya tidak dilihat dengan indera. Namun oleh “sesuatu” yang adanya jauh berada di dalam diri manusia. Yaitu batin yang intuitif yang disebut dengan guru sejati. Guru sejatilah yang mampu mengantarkan kita untuk melihat dengan jelas diri pribadi. (sukma sejati) Diri sejati adalah tempat bersemayam Tuhan dalam diri manusia. Di situlah Tuhan duduk di atas arasy.

Sukma sejati atau Diri Sejati berasal dari Cahaya Yang Terpuji yaitu dari NUR MUHAMMAD. Nur Muhammad hanya ada SATU. Dan NUR MUHAMMAD inlah yang selalu mendapatkan PANCARAN ILAHI. Semua yang ada ini pada mulanya satu, termasuk manusia. Asal cahaya itu satu. Pancarannya ke segenap arah inilah yang menyebabkan terjadinya “aku” yang jumlahnya banyak. Meski sekarang kita melihat YANG BANYAK namun itu semua adalah perwujudan dari satu CAHAYA.

Melatih kepekaan batin yang intuitif oleh karenanya sangat penting. Berbagai macam cara dilakukan oleh peradaban manusia untuk menemukan Tuhan di dalam diri manusia. Misalnya dengan berkhalwat, atau mengadakan perjalanan spiritual ke tempat-tempat yang sepi untuk kemudian berdzikir hingga dia merasakan kefanaan.

Dalam kesendiriannya, sang pejalan spiritual akan menemui banyak ilusi/bayangan yang mempesona batin. Namun dia tidak boleh menggap bayangan itulah kenyataan Tuhan. Perjalanan diteruskan hingga pendakian memasuki godaan besar. Dia ditawari berbagai macam kemuliaan dunia. Egonya yang masih melekat pada harta, benda, tahta dan wanita ditantang agar dituruti namun dengan imbalan dia harus menghentikan perjalanannya. Ini tahap berbahaya menuju final.

Bila perjalanan diteruskan lagi, dia akan sampai pada kesendirian dan kesenyapan, Tiba-tiba semua yang nggandoli egonya terlepas begitu saja. Dia tidak butuh apa-apa lagi. Di tahap ini, semua pendamping perjalanan yang selama ini menemaninya satu persatu otomatis terlepas. Pengiring batin terlepas, Malaikat lepas karena tidak sanggup menemani lagi, semua saudara gaib melepaskan dirinya. Ya, dia polos seorang diri menuju Tuhan. Dia kini sudah dituntun oleh Tuhan sendiri untuk melihat Sang Penuntun, yaitu AKU. Ya, manusia sudah bisa melihat AKU SEJATI-NYA tanpa was-was tanpa samar-samar lagi. AKU SEJATI itu begitu terang benderang.

Inilah saat mind/pikiran/budi/rasa sudah tidak lagi digunakan. Atau disebut dengan NO MIND. Dia sampai tahap SUWUNG atau FANA. Kata tidak lagi mampu untuk membahasakan apa fana itu. Sebab kata sangatlah terbatas untuk menggambarkan sesuatu. Apalagi ini menunjuk pada kata yang bukan kata benda, bukan kata sifat, bukan kata keterangan, bukan kata kerja, bukan apa-apa…. ya paling gampang kita sebut saja SUWUNG alias MBUH ORA WERUH. Sebab kita tidak membutuhkan berbagai alat indera dan batin lagi. Kita hanya pasrah, sumeleh, sumarah saja pada Iradat GUSTI.

Memahami Hakekat Sakratul Maut

KETAKJUBAN TERHADAP SAKRATULMAUT

Yang dibahas dalam pasal ini adalah bagaimana memperoleh keselamatan tatkala sakratulmaut. Syarat apa yang di perlukan untuk menghadapi sakratulmaut? Ada empat syarat. Yaitu ikhlas, rela pada hukum Allah, merasa tidak memiliki, dan berserah diri pada kehendak Allah.

  1. IKHLAS / RELA [RIDHO]
Ikhlas dalam menghadapi sekarat itu ya menerima sekarat atas kemauan sendiri. Tanpa merasa terpaksa. Sadar bahwa sekarat itu di tetapkan oleh Tuhan untuk hamba-Nya. Jadi, sekarat bukan sesuatu yang harus di hindari. Tapi, juga bukan untuk di tantang. Yaitu mereka yang minta di matikan. 
 
Kita memang harus rela terhadap Tuhan yang menguasai hidup kita. Sebelum manusia mampu memberdayakan fungsi jasmani dan rohaninya, Tuhan telah menempatkan berbagai organ yang kerjanya tidak kita kendalikan. Jantung, paru-paru, hati, limpa, usus, dan ginjal bekerja secara otomatis. Sistem peredaran darah, pernapasan, dan pembuangan bekerja di luar kendali kita. Jika pada mulanya manusia rela di atur di luar kesadarannya, maka pada akhirnya manusia juga harus rela di atur berdasarkan kesadarannya. Kerelaan sejati adalah kerelaan yang tumbuh dari dalam. Dari kesadaran sendiri. Bukan karena bujuk rayu dari siapa pun. Atau, dari mana pun datangnya. Betul-betul kerelaan yang tumbuh dari keyakinan. Ikhlas atau rela sebenarnya merupakan pekerjaan hati yang paling pokok. 
 
Mengenai kerelaan dalam mengahadapi kematian ini, telah di jelaskan dalam kitabul mukmin (Layang Mu’min), sebagai berikut :
 
SEKARAT TANANA NYAMUR, JA MELU YEN SIRA WEDI, LAN JA MẼLU- MẼLU ALLAH, IKU ARAN SAKARATIL RUH ILAPI MATI TANANA URIP MATI MATI URIP”.
 
Artinya : Penderitaan sekarat itu tidak ada. Jangan takut menghadapinya. Dan, jangan ikut-ikutan takut bertemu Allah. Perasaan takut itulah yang disebut sekarat. Roh Ilafi tidak terkena kematian. Hidup mati, mati hidup.
 
Dipertegas dalam Q.S. Fushilat : 30 :
SESUNGGUHNYA ORANG-ORANG YANG MENYATAKAN [RABB KAMI ADALAH ALLAH], DAN MEREKA MENEGUHKAN PENDIRIAN MEREKA; MAKA MALAIKAT MENDATANGI DAN BERKATA “JANGANLAH KAMU MERASA TAKUT DAN SEDIH, DAN KAMU DI GEMBIRAKAN DENGAN KABAR BAHWA KALIAN MENDAPAT TAMAN YANG DI JANJIKAN”. 
 
Ada dasarnya bahwa dalam menghadapi sakratulmaut, seseorang tak boleh khawatir. Tak boleh takut. Tak boleh bersedih hati. Asal jiwa ini tetap teguh pendirian dalam menjungjung kebenaran, taman yang luas terbentang dihadapannya. Mengapa mesti takut? Malaikat-malaikat yang disebut dalam Al-qur’an akan memberikan perlindungan. Atau, saudara empat (sedulur papat) yang ghaib, akan turut serta menjaga Sang Diri dalam melanjutkan perjalanannya. Bahkan dalam ayat berikutnya, Yaitu ayat 31, disebutkan bahwa para malaikat itu menyatakan sebagai pelindung-pelindung orang yang mantap dalam keimanannya, di dunia dan di akhirat.


  1. RELA PADA HUKUM ALLAH
Banyak orang Islam yang menyempitkan makna “hukum Allah”. Hanya di mengerti sebagai syariat. Atau, sebatas hukum agama. Dalam menyambut sakratulmaut, hukum Allah itu ya kodrat. Ketetapan Allah yang digelar di alam raya ini. Manusia tumbuh dari bayi menjadi orang tua, itu salah satu hukum Allah. Karena itu, tidak usah membaca kitab untuk bisa mengetahui hukum Allah. 
 
Kita akan mengetahui hukum Allah. Perhatikanlah hukum Allah pada manusia. Ada yang menjadi perempuan. Laki-laki. Yang perempuan mempunyai rahim untuk melahirkan. Kulitnya lebih halus daripada laki-laki. Yang laki-laki bisa berkumis, atau berjanggut. Secara normal, badannya lebih kekar. Dan, salah satu dari sekian banyaknya hukum Allah itu, antara lain “Kematian”. Tanpa sekolah pun orang mengetahui bahwa orang hidup akan mengalami kematian. Tanpa baca kitab suci pun, akan tahu bahwa setiap manusia merasakan kematian. Dan, kematian pun tidak selalu datang pada usia senja. Ada yang mati ketika masih janin. Mati setelah dilahirkan. Mati semasa bayi. Mati semasa kanak-kanak. Remaja. Pemuda. Dewasa. Tua renta. Sebabnya pun beraneka. Ada yang karena sakit. Karena kecelakaan. Terbunuh. Atau, karena usia tua. Kapan datangnya, atau apa sebabnya, tidak perlu mengetahui kita. Karena itu semua berjalan berdasarkan hukum Allah. Tuhan mengatur dan menentukan semuanya ini berdasarkan sifat kasihNya. Namun, sifat dunia ini fana. Tidak tetap. Lenyap. Apa yang ada ‘saat ini’, sesaat kemudian sudah tiada. Kefanaan inilah sebenarnya yang menghantui manusia. Yang membuat derita pada kehidupan ini.
  1. MERASA TIDAK MEMILIKI APA-APA (LAHAWLA)
Ya, ini yang seharusnya harus kita lenyapkan. Yaitu merasa diri punya segalanya, merasa kaya, merasa berkuasa, merasa memiliki rumah, tanah, mobil, gedung bertingkat dsb. Pengakuan terhadap sesuatu yang tidak dimiliki inilah yang menyebabkan aneka penderitaan dan kesedihan pada manusia. Kenyataannya, kita tidak memiliki apa-apa. Hakikatnya semua ini kepunyaan Allah. Karena itu, manusia tidak membawa dunia ini kea lam kematian. Apa yang telah diperoleh dalam hidup ini hendaknya tidak di akui sebagai milik. Semua pencapaian itu hanyalah anugerah Ilahi. Sesuatu yang di karuniakan oleh Pemilik sejatinya kepada manusia. Sesuatu yang dipercayakan kepada manusia, agar dijaga dan dipeliharanya. Negara pun bukan kepunyaan kita. Bukan kepunyaan para raja. Tetapi, itu semua hanyalah anugerah Tuhan. Dunia atau bagian dunia ini bukan kepunyaan kita. Karena itu, kita harus merasa tidak memiliki apa-apa. Dengan cara ini, tak ada kekecewaan dalam hati kita. Tak ada penderitaan yang menimpa kita. Tak ada kesedihan yang menerpa kita. Dan, hidup akan tenang hingga ajal menjemput kita, dan sesudahnya. Karena kita merasa tidak memiliki. Tetapi, milik-Nya.

  1. BERSERAH DIRI KEPADA KEHENDAK ALLAH
Kematian itu sendiri hukum Allah. Tapi, bentuk kematian merupakan Kehendak Allah. Dalam hidup ini ada kehendak manusia. Juga ada Kehendak Allah. Kehendak manusia ya kehendak yang bisa di lakukan oleh manusia. Sedangkan Kehendak Tuhan adalah kehendak yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Agar perjalanan hidup ini bisa mencapai titik kesempurnaan, maka “kehendak” harus diperjuangkan untuk bisa bertemu “Kehendak”. Sehingga manunggal! Menjadi satu. Bukan dua kehendak, tapi hanya ada satu kehendak.
 
Dengan memahami Kehendak Allah, kita tidak ragu-ragu dalam menjalani hidup ini. Kita mantap dalam hidup ini. Bila amanat Tuhan selalu kita jaga. Maka, tak perlu ada yang dikhawatirkan bila sewaktu-waktu di ambil-Nya kembali. Termasuk nyawa kita. Bukankah hidup dan mati kita ini kepunyaan-Nya? Hakikatnya, Tuhan lah yang berkehendak adanya hidup dan mati ini. Allah menjadikan mati dan hidup. Dengan cara itu, Allah mendidik dan melatih manusia untuk menyempurnakan dirinya. Dengan cara mematikan dan menghidupkan, Allah menguji manusia. Agar manusia dapat meraih tempat yang layak bagi dirinya. Yaitu kembali kepada-Nya. Ilayhi rẫji’un. Manunggal dengan-Nya.




MELEWATI PINTU KEMATIAN

Tepat melewati pintu maut. Maka, seseorang harus yakin bahwa dirinya ada di Pangkuan Tuhan Yang Maha Pengasih. Pada saat itu, pujian dihadirkan, diungkapkan atau dinyatakan dalam batin. Adapun pujian itu dalam bahasa para Wali sebagai berikut :
ALHAMDU LILLAHI RABBIL ẪLAMIN.
SI ENING MANJING SARIRA ENING, TETEPA JUMENENG ANGEUN-ANGEUN, TANSAH MURBA WIŚESANING ALLAH TA’ALA”.
Artinya : Segala puji kepunyaan Allah Tuhan Semesta Alam. Yang hening masuk ke dalam badan yang hening, semoga tetap menjadi “angeun-angeun”, senantiasa berada dalam kekuasaan Allah Yang Maha Tinggi.

Hening atau wening sebenarnya sebuah pencapaian dalam zikir. Tahap khusyuk. Sehingga pikiran benar-benar menjadi bening, jernih. Tak ada suatu noda pun yang melekat dalam kondisi jernih. Bagi yang pernah mengalami kondisi ini, akan mengerti apa yang dinamakan pikiran yang terang sekali. Dalam kondisi hening tak ada beban sedikit pun. 
 
Nah, pada saat sekarat itu tiba. Pada saat heningnya kematian itu datang. Maka, dipujilah Tuhan dengan pernyataan “Yang hening masuk kedalam badan yang hening”. Sebenarnya, keheningan itu sendiri merupakan Sifatullah (Sifat Tuhan).
 
Kalimat berikutnya, “semoga tetap menjadi angen-angen”. Kata “angen-angen” disitu bermakna keyakinan dan pengamalannya. Tentang kebenaran yang dipegangnya. Jadi, yang dimaksud dengan kalimat tersebut adalah agar kita tetap teguh pendirian dalam iman tauhid, tidak berubah oleh keadaan yang kita hadapi.
 
Penutup pujiannya adalah “semoga senantiasa berada dalam kekuasaan Allah Yang Maha Tinggi”. Inilah keyakinan iman tauhid di akhir hayat. Kita sadari bahwa Ada kenyataan yang paling tinggi, paling besar, paling agung, dan paling berkuasa di jagat raya ini. Dan, ketika seseorang melewati pintu kematian maka pada saat itu pula lahir pengakuan asli bahwa dirinya itu nihil. Nol! Keberadaan dirinya ada di dalam kekuasaan Tuhan Yang Mahatinggi. 
 
Hakikat manusia adalah pendakian spiritual. Perjalanan “Diri Sejati”! bagaikan korpus (paket) cahaya yang terpancar dari sumber Asal. Yaa, sumber Asal itu adalah Tuhan Yang Maha Esa! Inna Li Allah. Kita kepunyaan Allah. Kita berasal dari Allah. Kita ini memang melakukan perjalanan. Mulainya dari Allah dan akihirnya pun kembali kepada-Nya.
 
 
Adapun Pintu atau Pase Alam yang akan di laluinya setelah sakratulmaut adalah sebagai berikut :

  1. ALAM RUHIYAH
Begitu sakratulmaut dilampaui, maka masuklah Sang Diri ke alam ruhiyah. Alam nyawa. Suatu alam yang terang. Tetapi bukan terangnya siang hari. Dengan kata lain, terangnya itu bukan karena sinar matahari. Suatu terang yang tanpa panas. Dan, tidak tahu sumber terangnya itu.
Di alam ruhiyah arah tidak diketahui lagi. Mengapa? Karena tidak ada patokan. Di alam syahadah [alam dunia] ini kita tahu timur, karena kita membuat patokan bahwa matahari terbit di timur. Sedangkan di alam ruhiyah itu yang namanya timur, barat, utara, dan selatan, tidak kita ketahui lagi. Jika kita melihat lautan, maka kita tidak bisa melihat tepinya atau pantai dari pulau lain. Ternyata, lautan tanpa tepi itu sebenarnya perwujudan dari “Hati” yang terkena pancaran otak. Unsure-unsur kimia otak memancarkan sinar yang tak tertangkap oleh mata. Tapi, pancarannya terlihat oleh mata hati.
Di tengah-tengah samudra tanpa tepi itu, memancarlah cahaya dari Pancamaya. Pancaran warna cahayanya terang. Yang merupakan perwujudan dari jantung yang mendapatkan pancaran cahaya dari Roh Ilafi. Cahayanya meliputi hakikat hati. Dan, menjadi sumber sifat-sifat mulia manusia. Yaitu, Mukasyafah. Disebut juga mukasifat, yang menuntun semua sifat mulia.
  1. ALAM SIRRIYAH
Setelah alam ruhiyah terlampaui, maka masuklah ke alam Sirriyahi. Suatu alam yang mempunyai 4 (empat) macam warna. Yaitu: hitam, merah, kuning, dan putih. Semua itu merupakan perwujudan budi, yang menimbulkan nafsu.
    • CAHAYA HITAM
Memancar dari perut dan keluar melalui mulut. Dalam cahaya hitam ini muncul berbagai macam binatang yang masing-masing mendesak untuk mengakui dirinya sebagai Tuhan. Cahaya hitam ini jangan sampai menghanyutkan perjalanan spiritual dari jiwa setelah melewati kematian. Ingat pujian pada saat sakratulmaut. Iman tauhid tak boleh goyah. Begitu goyah dan terhanyut kekuatan cahaya hitam itu, maka Sang Diri akan menitis [terlahir kembali] di alam binatang. Jangan heran bila kita menyaksikan binatang, ada yang begitu dekat dengan manusia, dan ada yang ketakutan terhadap manusia.


    • CAHAYA MERAH
Memancar dari empedu dan keluar melalui telinga. Yang muncul dalam cahaya merah itu adalah berbagai jenis setan alas, makhluk halus yang jahat. Tampak seperti api raksasa yang menyala-nyala. Sama seperti pada makhluk pada cahaya hitam, mereka juga mengaku-ngaku sebagai Tuhan. Angen-angen yang tidak goyah, tak akan mau menerima desakan mereka. Jika sampai takluk, atau terbujuk, maka Sang Diri akan terlahir kembali ke dalam alam setan alas.
    • CAHAYA KUNING
Memancar dari limpa dan keluar melalui mata. Dalam cahaya kuning ini akan kelihatan berbagai macam burung yang terbang menggoda. Dayanya seperti angina rebut. Masing-masing mendesak untuk mengakuinya sebagai Tuhan. Bilamana terjebak desakan mereka, maka akan terlahir kembali sebagai burung. Hidup lagi dalam bangsa burung.

    • CAHAYA PUTIH
Cahaya memancar dari tulang dan keluar melalui hidung. Yang menampakan diri dalam lautan cahaya putih adalah berbagai jenis ikan dan binatang yang hidup di air. Mereka juga menggoda Sang Diri untuk mengakui mereka sebagai Tuhan. Berbagai istana tampak di lautan cahaya putih. Tapi, itu semua hanyalah godaan. Tentu, itu bukan istana yang sesungguhnya. Kalau sampai terpesona dan masuk kedalamnya, maka akan terlahir kembali kedunia ikan atau binatang air.

  1. ALAM NURIYAH
Memasuki alam nuriyah. Kata “Nur” berate cahaya. Jadi, alam ini merupakan alam yang dipenuhi cahaya. Alam yang dipenuhi cahaya tak terbatas. Cahaya yang amat terang. Melebihi terangnya alam sirriyah.
Di alam nuriyah ini, selepas adanya cahaya yang terang benderang, muncullah cahaya terang berwarna hitam, merah, kuning, putih, dan hijau. Semua cahaya itu terbentang di hadapan Sang Diri. Disekeliling roh orang yang meninggal. Tampaklah istana-istana. Tapi, bukan istana yang sesungguhnya yang di atur oleh Tuhan Yang Mahamulia. Hanya pantulan istana. Pantulan yang berasal dari cahaya yang berwarna lima macam tersebut.
 
Di dalam lautan cahaya yang berwarna Hitam tampak istana-istana yang dihuni oleh bangsa binatang. Istana yang muncul dari cahaya berwarna Merah merupakan wilayah yang dihuni bangsa makhluk halus yang jahat [setan alas, bekakasan]. Dalam cahaya warna Kuning terdapat istana-istana yang merupakan hunian bangsa burung. Dalam cahaya Putih ada istana-istana pantulan dari bangsa ikan. Sedangkan dalam lautan cahaya yang berwarna Hijau tampak istana yang berasal dari dunia tumbuhan.
 
Di saat kelihatan beragam istana ini, ada suara-suara. Anehnya suara-suara ini mau memandu Sang Diri. Masing-masing suara itu menunjukan kelembutannya. Seakan-akan menawarkan jasa peristirahatan bagi Sang Diri atau roh orang yang mati. Tentu saja itu semua jebakan. Tak ada istana yang perlu dipilih. Semua bisa menyebabkan kelahiran kembali ke alam yang dimasukinya.
  1. SUB ALAM NURIAH (ALAM PERMANA atau ALAM ISYQ [Kecintaan] ).
Pada sub alam nuriah ini cahayanya bening sekali. Di dalam cahaya itu tampaklah sebuah nyala yang tegak sebesar Lidi. Nyala itu mempunyai delapan warna cahaya, Yaitu Hitam, merah, kuning, putih, hijau, biru, ungu, dan merah dadu [merah muda].
 
Semua warna terhampar, dan masing-masing memperlihatkan surga serba indah. Itulah perwujudan Permana yang di tambah cahaya yang dipancarkan oleh sukma. Alam permana disebut alam kecintaan. Pada saat itu Sang Diri mengalami kerinduan akan surga. Surga tampak asri. Tetapi, ternyata juga belum surga yang sebenarnya. Bukan tempatnya kenikmatan yang membawa manfaat bagi kehidupan Sang Diri. Juga bukan tempatnya rahmat Allah sebagaimana yang dinyatakan dalam Alqur’an.
 
Surga di alam nuriyah ini bukan surga sejati, tetapi hanyalah kahyangan atau tempat bangsanya makhluk halus, makhluk tersembunyi. Kedelapan macam surga itu mengeluarkan bau harum semerbak. Harumnya bisa membuat Sang Diri tertarik. Sebenarnya surga yang tampak oleh Sang Diri ini hanyalah perwujudan dari angan-angan atau ciptaan dari manusia sendiri. Jika tertarik kesitu, ya akan menjadi raja dari makhluk halus di alamnya masing-masing.
  1. ALAM ULUHIYAH
Jika lolos dari berbagai rintangan di alam-alam sebelumnya, maka berikutnya Sang Diri memasuki alam uluhiyah. Inilah yang disebut alam ketuhanan. Terangnya alam ini melebihi alam nuriyah. Di alam ini tampak cahaya yang memancar. Di dalam cahaya itu tampak suatu perwujudan seperti lebah yang masih berada di dalam sarangnya. Keadaan ini ada di maqam Fana. Dengan demikian, cahaya yang terpancar itu sebenarnya berasal dari sukma. Pancaran cahayanya menambahi segala macam warna. Pancaran cahayanya meliputi seluruh alam, baik alam kecil, besar, dengan segala isinya.
 
Hidupnya warna-warni cahaya itu berasal dari permananya rahsa. Pada saat itu datanglah malaikat-malaikat yang menyerupai ayah, kakek, dan leluhur lelaki. Mereka mengaku sebagai utusan-utusan Tuhan yang akan mengantarkan ke alam karamattulloh. Yaitu, alam kemuliaan Tuhan Yang Mahasuci. Meskipun demikian, Sang Diri harus tetap kokoh dengan pendiriannya semula, dan tidak mudah percaya.

  1. SUB BAGIAN ALAM ULUHIYAH (LAPISAN KE 2)
Masih berada di sub-bagian alam ruhiyah. pada sub-alam ini cahayanya lebih terang lagi keadaannya. Di ala mini tampak cahaya yang bersinar cemerlang. Cahaya yang berkilauan. Di ala mini tampak perwujudan bagaikan boneka gading yang bertahtakan mutiara. Gebyar-gebyar cahayanya. Dilihat dari jenis kelaminnya, ternyata wujud itu bukan laki-laki. Bukan perempuan. Bukan pula banci.
 
Itulah maqom baqa, alam baka. Keadaan di ala mini berasal dari permanya rahsa yang menguasai semesta alam. Keberadaan ala mini berasal dari atma. Di alam ini Sang Diri didatangi para bidadari yang menyerupai ibu, nenek, dan para leluhur yang berasal dari pihak ibu. Mereka semua juga mengaku sebagai utusan-utusan Tuhan Yang Mahasuci. Mereka menyatakan diri sanggup mengantarkan Sang Diri kea lam karamattullah. Pada tahap ini pun diharapkan Sang Diri tidak mengimani mereka. Sang Diri harus terus melakukan pendakian. Meneruskan perjalanan.

  1. SUB BAGIAN ALAM ULUHIYAH (LAPISAN KE 3)
Masih berada di sub-bagian alam uluhiyah. Tentu alam yang lebih tinggi lagi. Jadi, ada 3 (tiga) lapis alam uluhiyah. Dan, ini adalah bagian tertinggi dari alam uluhiyah. Cahayanya, luar biasa terangnya! Sudah tidak lagi bisa melihat sesuatu karena terangnya. Bagaikan kita menatap langsung seribu matahari di siang hari. Meskipun terang benderang, tapi ketika kita menatap satu matahari saja, membuat kita tidak akan mampu melihat keadaan di sekitar kita. Yang ada hanyalah cahaya yang terang cemerlang tanpa bayangan.
 
Keadaan ini sebenarnya merupakan perwujudan dari Dzat Atma. Yang sebenarnya merupakan dzat yang bersifat esa. Alam tanpa arah dan tanpa ruang. Tanpa warna. Tanpa rupa. Suatu keadaan yang azali dan abadi. Dzat Atma inilah yang berkuasa dan yang menguasai seluruh alam. Meliputi seluruh alam. Dan, memancarkan segala maqom sempurna.
 
Dzat Atma hidup tanpa ada yang menghidupi. Sebagai hakikat dari Tuhan Yang Mahasuci. Mahaagung Dzat-Nya. Mahamulia sifat-Nya. Mahakuasa Asma-Nya. Mahasempurna tidakan Af’al-Nya. Ternyata Dzat itu berada pada Sang Diri Pribadi. Tak ada jarak lagi antara hamba dan Tuhan. Nah, disitulah wujud manunggaling kawula klawan Gusti. Menunggalnya hamba dan Tuhan. Wujud final dari “ilayhi raji’un”, kepada-Nya kita kembali! Nah, surga yang sejati itu sebenarnya manunggalnya Sang Diri dengan Tuhan Yang Maha Esa.
 
 

Medar Ilmu Batin • All Rights Reserved