•
Ma’rifatullah berasal dari kata ma’rifah dan Allah. Ma’rifah berarti
mengetahui, mengenal. Mengenal Allah bukan melalui zat Allah tetapi
mengenal-Nya lewat tanda-tanda kebesaranNya (ayat-ayatNya).
Pentingnya Mengenal Allah
• Seseorang yang mengenal Allah pasti akan tahu tujuan hidupnya (QS 51:56) dan tidak tertipu oleh dunia .
• Ma’rifatullah merupakan ilmu yang tertinggi yang harus difahami manusia (QS 6:122). Hakikat ilmu adalah memberikan keyakinan kepada yang mendalaminya. Ma’rifatullah adalah ilmu yang tertinggi sebab jika difahami memberikan keyakinan mendalam. Memahami Ma’rifatullah juga akan mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan kepada cahaya hidayah yang terang [6:122] .
• Berilmu dengan ma’rifatullah sangat penting karena:
• Ma’rifatullah merupakan ilmu yang tertinggi yang harus difahami manusia (QS 6:122). Hakikat ilmu adalah memberikan keyakinan kepada yang mendalaminya. Ma’rifatullah adalah ilmu yang tertinggi sebab jika difahami memberikan keyakinan mendalam. Memahami Ma’rifatullah juga akan mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan kepada cahaya hidayah yang terang [6:122] .
• Berilmu dengan ma’rifatullah sangat penting karena:
a) Berhubungan dengan obyeknya, yaitu Allah Sang Pencipta.
b) Berhubungan dengan manfaat yang diperoleh, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, yang dengannya akan diperoleh keberuntungan dan kemenangan.
b) Berhubungan dengan manfaat yang diperoleh, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, yang dengannya akan diperoleh keberuntungan dan kemenangan.
Jalan untuk mengenal Allah
1. Lewat akal:
• Ayat Kauniyah / ayat Allah di alam ini:
- fenomena terjadinya alam (52:35)
- fenomena kehendak yang tinggi(67:3)
- fenomena kehidupan (24:45)
- fenomena petunjuk dan ilham (20:50)
- fenomena pengabulan doa (6:63)
- fenomena terjadinya alam (52:35)
- fenomena kehendak yang tinggi(67:3)
- fenomena kehidupan (24:45)
- fenomena petunjuk dan ilham (20:50)
- fenomena pengabulan doa (6:63)
• Ayat Qur’aniyah/ayat Allah di dalam Al-Qur’an:
- keindahan Al-Qur’ an (2:23)
- pemberitahuan tentang umat yang lampau [9:70]
- pemberitahuan tentang kejadian yang akan datang (30:1-3, 8:7, 24:55)
- keindahan Al-Qur’ an (2:23)
- pemberitahuan tentang umat yang lampau [9:70]
- pemberitahuan tentang kejadian yang akan datang (30:1-3, 8:7, 24:55)
2. Lewat memahami Asma’ul Husna:
- Allah sebagai Al-Khaliq (40:62)
- Allah sebagai pemberi rizqi (35:3, 11:6)
- Allah sebagai pemilik (2:284)
- dll. (59:22-24)
- Allah sebagai pemberi rizqi (35:3, 11:6)
- Allah sebagai pemilik (2:284)
- dll. (59:22-24)
Hal-hal yang menghalangi ma’rifatullah
• Kesombongan (QS 7:146; 25:21).
• Dzalim (QS 4:153) .
• Bersandar pada panca indera (QS 2:55) .
• Dusta (QS 7:176) .
• Membatalkan janji dengan Allah (QS 2:2&-27) .
• Berbuat kerusakan/Fasad .
• Lalai (QS 21:1-3) .
• Banyak berbuat ma’siyat .
• Ragu-ragu (QS 6:109-110)
• Kesombongan (QS 7:146; 25:21).
• Dzalim (QS 4:153) .
• Bersandar pada panca indera (QS 2:55) .
• Dusta (QS 7:176) .
• Membatalkan janji dengan Allah (QS 2:2&-27) .
• Berbuat kerusakan/Fasad .
• Lalai (QS 21:1-3) .
• Banyak berbuat ma’siyat .
• Ragu-ragu (QS 6:109-110)
Semua
sifat diatas merupakan bibit-bibit kekafiran kepada Allah yang harus
dibersihkan dari hati. Sebab kekafiranlah yang menyebabkan Allah
mengunci mati, menutup mata dan telinga manusia serta menyiksa mereka di
neraka. (QS 2:6-7)
Referensi
Said Hawwa, Allah Jalla Jalaluhu
Said Hawwa, Allah Jalla Jalaluhu
Ma’rifatullah Puncak Akidah Islam
1. KARAKTERISTIK AQIDAH ISLAM
Aqidah Islam adalah Aqidah Rabbaniy (berasal
dari Allah ) yang bersih dari pengaruh penyimpangan dan subyektifitas
manusia. Aqidah Islam memiliki karakteristik berikut ini :
1. Al Wudhuh wa al Basathah ( jelas dan ringan) tidak ada kerancuan di dalamnya seperti yang terjadi pada konsep Trinitas dsb.
2. Sejalan dengan fitrah manusia, tidak akan pernah bertentangan antara aqidah salimah (lurus) dan fitrah manusia. Firman Allah :“Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah..” QS. 30:30
3. Prinsip-prinsip aqidah yang baku, tidak ada penambahan dan perubahan dari siapapun. Firman Allah :”Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan lain selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?“QS. 42:21
4. Dibangun
di atas bukti dan dalil, tidak cukup hanya dengan doktrin dan pemaksaan
seperti yang ada pada konsep-konsep aqidah lainnya. Aqidah Islam selalu
menegakkan : “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang
yang benar” QS 2:111
5. Al Wasthiyyah (moderat)
tidak berlebihan dalam menetapkan keesaan maupun sifat Allah seperti
yang terjadi pada pemikiran lain yang mengakibatkan penyerupaan Allah
dengan makhluk-Nya. Aqidah Islam menolak fanatisme buta seperti yang
terjadi dalam slogan jahiliyah “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak
kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang
mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka” QS. 43:22
2. PENGERTIAN MA’RIFATULLAH
Ma’rifatullah (mengenal
Allah) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin
terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin
manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas?.
Segelas susu yang dibikin seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti
apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu.
Menurut Ibn Al Qayyim : Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma’rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”.
Ma’rifatullah
tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma’riaftullah dimaknai
dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan
Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan
mendekatkan diri kepada Allah.
3. CIRI-CIRI DALAM MA’RIFATULLAH
Seseorang dianggap ma’rifatullah (mengenal Allah) jika ia telah mengenali
1. asma’ (nama) Allah
2. sifat Allah dan
3. af’al (perbuatan) Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.
Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukkan :
1. sikap shidq (benar) dalam ber -mu’amalah (bekerja) dengan Allah,
2. ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah,
3. pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah SWT
4. sabar/menerima pemberlakuan hukum/aturan Allah atas dirinya
5. berda’wah/ mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya
6. membersihkan
da’wahnya itu dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas
siapapun. Ia hanya menyerukan ajaran agama seperti yang pernah diajarkan
Rasulullah SAW.
Figur teladan dalam ma’rifatullah ini adalah Rasulullah SAW.Dialah orang yang paling utama dalam mengenali Allah SWT. Sabda Nabi : “Sayalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling takut kepada-Nya”. HR Al Bukahriy dan Muslim. Hadits
ini Nabi ucapkan sebagai jawaban dari pernyataan tiga orang yang ingin
mendekatkan diri kepada Allah dengan keinginan dan perasaannya sendiri.
Tingkatan berikutnya, setelah Nabi adalah ulama amilun (ulama yang mengamalkan ilmunya). Firman Allah : “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” QS. 35:28
Orang
yang mengenali Allah dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai
dirinya dengan segala macam bentuk ibadah. Kita akan mendapatinya
sebagai orang yang rajin shalat, pada saat lain kita dapati ia
senantiasa berdzikir, tilawah, pengajar, mujahid, pelayan masyarkat,
dermawan, dst. Tidak ada ruang dan waktu ibadah kepada Allah, kecuali
dia ada di sana. Dan tidak ada ruang dan waktu larangan Allah kecuali ia
menjauhinya.
Ada
sebagian ulama yang mengatakan : “Duduk di sisi orang yang mengenali
Allah akan mengajak kita kepada enam hal dan berpaling dari enam hal,
yaitu : dari ragu menjadi yakin, dari riya menjadi ikhlash, dari ghaflah (lalai)
menjadi ingat, dari cinta dunia menjadi cinta akhirat, dari sombong
menjadi tawadhu’ (randah hati), dari buruk hati menjadi nasehat”
4. URGENSI MA’RIFATULLAH
a. Ma’rifatullah
adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup manusia
selanjutnya. Karena ma’rifatullah akan menjelaskan tujuan hidup manusia
yang sesungguhnya. Ketiadaan ma’rifatullah membuat banyak orang hidup
tanpa tujuan yang jelas, bahkan menjalani hidupnya sebagaimana makhluk
hidup lain (binatang ternak). QS.47:12
b. Ma’rifatullah adalah asas (landasan) perjalanan ruhiyyah(spiritual)
manusia secara keseluruhan. Seorang yang mengenali Allah akan merasakan
kehidupan yang lapang. Ia hidup dalam rentangan panjang antara
bersyukur dan bersabar.
Sabda Nabi : Amat
mengherankan urusan seorang mukmin itu, dan tidak terdapat pada
siapapun selain mukmin, jika ditimpa musibah ia bersabar, dan jika
diberi karunia ia bersyukur” (HR.Muslim)
Orang
yang mengenali Allah akan selalu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan
ridha Allah, tidak untuk memuaskan nafsu dan keinginan syahwatnya.
c. Dari
Ma’rifatullah inilah manusia terdorong untuk mengenali para nabi dan
rasul, untuk mempelajari cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah. Karena para Nabi dan Rasul-lah orang-orang yang diakui sangat mengenal dan dekat dengan Allah.
d. Dari Ma’rifatullah ini manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi, seperti Malaikat, jin dan ruh.
e. Dari Ma’rifatullah inilah manusia mengetahui perjalanan hidupnya, dan bahkan akhir dari kehidupan ini menuju kepada kehidupan Barzahiyyah (alam kubur) dan kehidupan akherat.
5. SARANA MA’RIFATULLAH
Sarana yang mengantarkan seseorang pada ma’rifatullah adalah :
a. Akal sehat
Akal
sehat yang merenungkan ciptaan Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an
yang menjelaskan pengaruh perenungan makhluk (ciptaan) terhadap
pengenalan al Khaliq (pencipta) seperti firman Allah : Katakanlah
“ Perhatikanlah apa yang ada di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda
kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang
yang tidak beriman. QS 10:101, atau QS 3: 190-191
Sabda Nabi : “Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berfikir tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu” HR. Abu Nu’aim
b. Para Rasul
Para
Rasul yang membawa kitab-kitab yang berisi penjelasan sejelas-jelasnya
tentang ma’rifatullah dan konsekuensi-konsekuensinya. Mereka inilah yang diakui sebagai orang yang paling mengenali Allah. Firman Allah :
“Sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti nyata
dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan )
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan..” QS. 57:25
c. Asma dan Sifat Allah
Mengenali asma (nama) dan sifat Allah disertai dengan perenungan
makna dan pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali
Allah. Cara inilah yang telah Allah gunakan untuk memperkenalkan diri
kepada makhluk-Nya. Dengan asma dan sifat ini terbuka jendela bagi
manusia untuk mengenali Allah lebih dekat lagi.Asma dan sifat Allah akan
menggerakkan dan membuka hati manusia untuk menyaksikan dengan seksama
pancaran cahaya Allah. Firman Allah :
“Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asma’ al husna (nama-nama yang terbaik) QS. 17:110
Asma’ al husna inilah yang Allah perintahkan pada kita untuk menggunakannya dalam berdoa. Firman Allah :
“ Hanya milik Allah asma al husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma al husna itu…” QS. 7:180
Inilah
sarana efektif yang Allah ajarkan kepada umat manusia untuk mengenali
Allah SWT (ma’rifatullah). Dan ma’rifatullah ini tidak akan realistis
sebelum seseorang mampu menegakkan tiga tingkatan tauhid, yaitu : tauhid rububiyyah, tauhid asma dan sifat. Kedua tauhid ini sering disebut dengan tauhid al ma’rifah wa al itsbat (mengenal dan menetapkan) kemudian tauhid yang ketiga yaitu tauhid uluhiyyah yang merupakan tauhid thalab (perintah) yang harus dilakukan.
WahdatulWujud
Wahdatul Wujud mempunyai pengertian secara awam yaitu; bersatunya Tuhan dengan manusia yang telah mencapai hakiki atau dipercaya telah suci. Pengertian sebenarnya adalah merupakan
penggambaran bahwa Tuhan-lah yang menciptakan alam semesta beserta
isinya. Allah adalah sang Khalik, Dia-lah yang telah menciptakan
manusia, Dia-lah Tuhan dan kita adalah bayangannya. Dari pengertian yang hampir sama, terdapat pula kepercayaan selain wahdatul wujud. Yaitu Wahdatul Syuhud. Pengertiannya yaitu; Kita dan semuanya adalah bagian dari dzat Allah.
Jadi
keduanya berpengertian, kita dapat bersatu dengan dzat Allah. Dalam
penggambaran karya-karya suluk di jawa yang berisi mengkritik ajaran
para wali sembilan, misalnya suluk karya Syekh Siti Jenar (contoh
lainnya adalah serat gatholokoco, dinamakan serat karena penulis suluk
ini, Gatholokoco berpendapat bahwa suluk lebih cenderung ke islam),
manusia dianggap memiliki 20 sifat-sifat Allah. Contohnya di antaranya;
dzat Allah terdapat pada diri kita, jadi kita tidak perlu salat karena
dzat Allah sudah ada pada diri kita (Jawa: Islam Abangan). Hal-hal
tersebut di atas dianggap sangat bertentangan dengan syariat islam
menurut pengertian umum, dan Syekh Siti Jenar dihukum oleh para wali sembilan. (Sejarah Syekh Siti Jenar tidak terlalu jelas).
Wahdatul Wujud sebenarnya
adalah suatu ilmu yang tidak disebarluaskan ke orang awam. Sekalipun
demikian, para wali-lah yang mencetuskan hal tersebut. Karena sangat
dikhawatirkan apabila ilmu wahdatul wujud disebarluaskan akan
menimbulkan fitnah dan orang awam akan salah menerimanya. Wali yang
mencetuskan tersebut contohnya adalah Al Hallaj dan Ibn Arabi. Meskipun
demikian, para wali tersebut tidak pernah mengatakan dirinya adalah
tuhan. Dan mereka tetap dikenal sebagai ulama alim.
Dalam dunia tasawuf,
sering terdapat perbedaan antara ilmu syariat dan ilmu ma'rifat.
Sebagai orang islam tentu saja diharuskan menguasai ilmu syariat. Dan
ilmu ma'rifat atau ilmu tashawuf dengan kata lain ilmu hikmah, sangat
ditekankan untuk mengambil sebuah hikmah. Hal tersebut telah diabadikan
oleh Allah dalam Al-Qur'an Surat Al Kahfi tentang
pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir. Hal tersebut menunjukan Ilmu
Syariat yang dikuasai Nabi Musa dari kitabnya (Taurat) dan Nabi Khidir
yang mendapatkan langsung ilmunya dari petunjuk Allah yang penuh hikmah
atau ilmu ma'rifat.
Dalam
penggambaran awal tersebut sudah ditunjukan betapa susahnya memahami
ilmu ma'rifat dengan ilmu syariat. Penggambarannya adalah seperti
pertemuan antara daratan dan lautan. Dimana Musa diberitahukan, ia akan
menemukan orang yang lebih pandai darinya disaat ikan yang dibawanya
hilang. Ikan mati tersebut hidup kembali di suatu tempat ketika Nabi
Musa dan pembantunya beristirahat. Hal itu merupakan penggambaran ilmu
yang sangat susah sekali dimana ikan mati dapat hidup kembali, seperti
Nabi Musa yang tidak dapat bersabar melihat perilaku Nabi Khidir yang
dilihat secara syariat sangat bertentangan. Tetapi hal tersebut
dilakukan Nabi Khidir dari petunjuk Allah yang penuh dengan hikmah. Jadi
tentu saja hal-hal ma'rifat hanya dapat dipahami secara pribadi bagi
orang yang diturunkan kepadanya secara langsung.
Meskipun
ilmu ma'rifat terlihat sangat bertentangan dengan ilmu syariat, tetapi
sebenarnya tidak. Jadi ilmu tersebut dapat dikatakan ilmu tinggi yang
digali dari perjalanan pikir para wali dan tidak untuk disebarluaskan.
Hal tersebut seperti terjadi pada Syekh Siti Jenar yang mendengarkan
wejangan yang diberikan oleh Sunan Ampel kepada orang yang akhirnya menjadi seorang wali, yaituSunan Bonang.
Siti Jenar adalah orang awam yang salah tangkap menerima wejangan
tersebut. Tetapi dari kedua konsep tersebut, para ulama masih berbeda
pendapat.
Selain
perseteruan pendapat konsep wahdatul wujud dan wahdatul syuhud di jawa,
hal itu juga terjadi pada kaum Syi'ah Isma'iliyah pada masa Al Hallaj.
Hal yang berbeda pengertian terjadi dari definisi kaum syi'ah tentang
zina, puasa, dan sabar. Mereka juga dianggap pemberontak dan dianggap
musuh oleh raja dan para ulama. Peperangan yang terjadi tidaklah dari
para ulama, tetapi oleh Raja yang menganggap mereka adalah pemberontak
dan musuh politik. Al Hallaj yang hidup di masa itu, dia mengucapkan kata yang sangat menggemparkan: Ana Al-Haqq berarti
Akulah kebenaran. Dia kemudian dianggap mendukung kaum syi'ah. Hal ini
juga berarti permasalahan yang timbul dari perselisihan antara ilmu
syariat, ilmu ma'rifat, dan kekuasaan atau politik. Semua yang terjadi
adalah karena kesalahan pemahaman. Terbunuhnya Al Hallaj bukan karena
ucapannya tetapi karena politik.Tetapi merupakan kesalahan Al Hallaj
yang mengucapkan dan mengajarkan konsep Wahdatul Wujud (Ana Al-Haqq)
kepada murid-muridnya. Bahwa hal tersebut adalah ilmu yang sangat
pribadi dan hanya dimengerti oleh orang yang menerimanya. Selain itu, Al
Haqq merupakan sifat-sifat Allah.
Ilmu
syariat dan ilmu ma'rifat akan selalu menemui kesulitan untuk diajarkan
terutama ke masyarakat awam karena ilmu ma'rifat bersifat pribadi dan
ghaib. Hal itu merupakan rahasia bagi orang yang menerimanya.
Laduni
Laduni adalah ilmu yang berasal dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Para malaikat-Nya
pun berkata: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari
apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami." (Al-Baqarah: 32)
Ilmu laduni dalam pengertian umum ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama, ilmu yang didapat tanpa melalui tahapan belajar (wahbiy). Kedua, ilmu yang didapat melalui usaha belajar (kasbiy).
Allah
NamaAllāh yang ditulisdengan kaligrafi Arab, dibuatolehseorangsenimanbernamaHâfız Osman padamasa KekalifahanUtsman abad ke-17 Masehi.
Allāh (Arab: الله, Allaah) adalah kata dalam bahasa arab yang merujuk pada nama Tuhan.
Perkataan tuhan dalam bahasa arab adalah AIlah sebagaiman dalam dua
kalimah sahadah Islam. Kata Alloh ini lebih banyak dikenal sebagai
sebutan tuhan oleh penganut agama Islam. Kata ini sendiri di kalangan para penutur bahasa arab, adalah kata yang umum untuk menyebut tuhan["Tuhan" dalam bahasa Arab adalah Ilah], terlepas dari agama mereka, termasuk penganut Yahudi dan Kristen Arab. Konsekuensinya, kata ini digunakan dalam terjemahan kitab suci agama Kristen dan Yahudi yang berbahasa arab, sebagaimana pula terjemahan Alkitab dalah bahasa Indonesia dan Turki.
Kata "Allah" disebutkan lebih dari 2679 kali dalam Al-Qur'an. Sedangkan kata "Tuhan" dalam bahasa Arab adalah Ilah (إله) disebut ulang sebanyak 111 kali dalam bentuk mufrod, ilahaini dalam bentuk tatsniyah 2 kali dan aalihah dalam bentuk jama' disebut ulang sebanyak 34 kali.
Ilmu yang paling utama
Dari ketiga ilmu ini (syari'at, ma'rifat dan kasb) yang paling utama adalah ilmu yang bersumber dari wahyu yaitu ilmu syari'at, karena ia adalah guru. Ilmu kasyf dan ilmu kasb tidak dianggap apabila menyalahi syari'at.
Pemahaman Marifatullah
Description : • Ma’rifatullah berasal dari kata ma’rifah dan Allah. Ma’rifah berarti mengetahui, mengenal. Mengenal Allah bukan melalui zat Allah tetap...
Penulis : Dedi E Kusmayadi di November 09, 2015
Rating : 5 Dari :5 terbaik
Title :
Description : • Ma’rifatullah berasal dari kata ma’rifah dan Allah. Ma’rifah berarti mengetahui, mengenal. Mengenal Allah bukan melalui zat Allah tetap...
Penulis : Dedi E Kusmayadi di November 09, 2015
Rating : 5 Dari :5 terbaik